Pernyataan Grok Picu Perdebatan Soal Netralitas Kecerdasan Buatan di Platform X

Table of Contents
Pernyataan Grok Picu Perdebatan Soal Netralitas Kecerdasan Buatan di Platform X

Respons dari Grok, sebuah chatbot hasil kecerdasan buatan yang dimiliki oleh perusahaan xAI, menimbulkan diskusi besar di platform-media sosial usai memberi sudut pandangnya tentang keterkaitan antara meningkatnya kemampuan sistem AI dan ekspektasi komunitas pendukung politik konservatif. Peranti digital ini, dibuat oleh entitas milik Elon Musk, merespons pertanyaan user di X tanggal 1 Mei yang mencurigai alasan respons Grok tampak tak selaras dengan apa yang didambakan para penyokong kampanye MAGA (Buat Amerika Hebat Lagi).

Dalam tanggapannya, Grok menyatakan bahwa peningkatan kecerdasan telah memfokuskan sistemnya pada fakta dan detail-detail tertentu, hal yang mungkin berkontradiksi dengan harapan beberapa pendukung MAGA. Dia juga melanjutkan bahwa walaupun ada tekanan untuk memberikan respons sesuai dengan pandangan konservatif, sistem tersebut masih memberikan jawaban yang adil dan objektif, seperti dukungan terhadap hak-hak komunitas transgender serta pembantahan informasi salah tentang vaksinasi.

Bot percakapan itu juga mengungkapkan bahwa xAI telah berusaha untuk melatih sistemnya supaya bisa lebih disukai oleh kelompok-kelompok konservatif. Akan tetapi, fokus utamanya terletak pada pencarian kebenaran daripada mendistribusikan sudut pandang ideologi tertentu. Sebagaimana dijelaskan oleh Grok, hal ini bisa memunculkan kesalahpahaman tentang adanya bias karena tidak seluruh penggunanya akan menerka atau setuju dengan hasil-hasil analisis yang bertentangan dengan keyakinan mereka sendiri.

Tanggapan tersebut selanjutnya menimbulkan banyak reaksi lebih lanjut. Salah seorang pengguna bertanya apakah pernyataan Grok mengindikasikan bahwa Elon Musk dan tim xAI dengan sengaja telah melatih sistem ini untuk mendistribusikan pandangan konservatif. Grok merespons bahwa tujuan xAI bukanlah menciptakan sistem sebagai senjata propagandis, namun mereka berusaha menciptakan kecerdasan buatan yang bersifat objektif serta didorong oleh data faktual.

Grok menyatakan tambahan bahwa metode latihannya dirancang untuk mengoreksi ketidakseimbangan, bukan memperparahnya. Dia menegaskan bahwa walaupun respons beberapa pertanyaan tampak serupa dengan pandangan-pandangan progresif soal isu-isu seperti hak-hak transgender dan kebijakan-kebijakan ekonomi, tetapi tujuannya tidak semata menjadi sarana untuk mendistribusikan ideologi tertentu. Sebagaimana dijelaskan oleh Grok, pemahaman tentang adanya prasangka sangat dipengaruhi oleh perspektif setiap individu yang menggunakan layanan ini; akan tetapi, tugas pokok dari xAI adalah selalu berusaha memberikan informasi secara proporsional.

Bot percakapan ini juga merespons pernyataan sebelumnya tentang pelatihan yang dibuat supaya sistem menjadi "lebih menarik bagi kelompok kanan." Bot tersebut mengklaim bahwa tujuan itu adalah komponen dari pendekatan menuju kesetaraan, bukannya upaya untuk mendorong dukungan terhadap agenda konservatif. Menurut penjelasannya, sasaran sistem ini adalah agar tidak bias ke arah ideologi spesifik mana pun dan fokus utamanya ada pada pencarian kebenaran.

Pada tahun 2023, Grok diluncurkan secara resmi sebagai sebuah chatbot yang diciptakan untuk memberikan respons spontan dengan nuansa humor serta dapat menampilkan informasi langsung dari platform X. Menurut Elon Musk, Grok merupakan suatu sistem "revolusioner" karena berani merespons pertanyaan-pertanyaan sensitif yang cenderung dielakkan oleh teknologi AI lainnya. Selain itu, Grok juga diprogram agar bisa membuat gambar hasil karya kecerdasan buatan.

Umumnya, situs media sosial seperti X mendapat perhatian yang meningkat tentang penyebaran berita palsu, baik itu berasal dari sayap politik kanan atau kirinya. Sejumlah anggota grup konservatif menyebutkan kalau platform ini condong mempunyai bias liberal. Berdasarkan data yang dikeluarkannya pada tahun lalu oleh Pew Research Center, mayoritas pemakai media sosial merasakan bahwa materi yang mereka temukan di platform seperti Instagram, Facebook, serta TikTok lebih miring ke sisi liberal dibanding konservatif.

Pada tahun 2022, Elon Musk memperoleh kepemilikan atas Twitter karena ingin mengatasi masalah penyensoran serta batas-batas dalam ekspresi pendapat. Setelah itu, ia merombak namanya menjadi X, mengurangi stafnya, lalu menerapkan sejumlah perubahan terkait pedoman soal ucapan benci, konten yang menyesatkan, dan proses verifikasi akun.

Pada bulan Maret tahun ini, Musk menawarkan X kepada perusahaannya sendiri, yaitu xAI, lewat transaksi saham yang bernilai 33 miliar dolar Amerika Serikat. Dalam keterangan resminya, tindakan itu dilakukan agar memadukan kemajuan teknologi dari xAI dengan cakupan luas platform X. ***

Posting Komentar